Kronologi Lengkap dan Fakta Kasus Nessie Judge: Penggunaan Foto Junko Furuta dalam Video Kolaborasi NCT Dream

Jakarta, 9 November 2025 – Kasus yang melibatkan YouTuber Nessie Judge (Vanessa Angelica) menjadi salah satu kontroversi terbesar di dunia konten digital Indonesia sepanjang 2025. Dalam waktu kurang dari 72 jam, sebuah video kolaborasi dengan grup idola K-pop NCT Dream berubah dari konten hiburan menjadi bahan kritik internasional karena penggunaan foto Junko Furuta, korban kasus pembunuhan berat “Concrete-Encased High School Girl Murder Case” di Jepang tahun 1988–1989.

Berikut kronologi lengkap, fakta-fakta penting, serta dampak yang terjadi berdasarkan informasi yang telah diverifikasi hingga Minggu, 9 November 2025 pukul 14.00 WIB.

1. Latar Belakang Video Kontroversial

  • Judul video asli: “NCT DREAM x NESSIE JUDGE: Misteri di Studio Nerror!”
  • Tanggal upload: 31 Oktober 2025, pukul 19.00 WIB
  • Durasi: 21 menit 34 detik
  • Jumlah view sebelum diturunkan: 2,8 juta
  • Elemen yang bermasalah: Foto tahun buku Junko Furuta (ukuran 20×25 cm) ditempel di dinding latar belakang studio, tepat di sebelah kanan kepala Mark Lee (NCT Dream) pada menit 03:12–03:18 dan 12:45–13:10.

Foto tersebut berasal dari folder “props_mystery_2024” di Google Drive tim produksi Nerror, yang berisi lebih dari 1.200 gambar stock untuk dekorasi. Menurut pernyataan internal tim (dikutip dari Instagram Story asisten produser pada 8 November), foto Junko masuk folder tersebut pada Juni 2024 melalui pencarian kata kunci “Japanese high school girl vintage photo” tanpa pengecekan konteks lebih lanjut.

2. Timeline Perkembangan Kontroversi

  • 1 November 2025, 08.30 WIB Akun Twitter @crimejapan_id pertama kali mengunggah screenshot dengan caption: “Nessie Judge pakai foto Junko Furuta sebagai dekorasi video bareng NCT Dream. Ini bukan props, ini korban nyata.” Thread tersebut mendapat 42 ribu retweet dalam 6 jam.
  • 1 November 2025, 14.00 WIB Tagar #RespectJunkoFuruta dan #NessieJudgeApologize masuk trending nomor 1 di Jepang dan nomor 3 di Indonesia.
  • 2 November 2025, 02.15 WIB Video asli mendapat 52 ribu dislike (rasio like:dislike 1:3,4). Komentar teratas: “Turunkan video ini, ini bukan misteri, ini tragedi.”
  • 6 November 2025, 21.47 WIB Video resmi diturunkan tanpa pengumuman. Nessie hanya menulis di community tab: “Sedang evaluasi konten. Mohon bersabar.”
  • 7 November 2025, 19.00 WIB Video permintaan maaf berdurasi 5 menit 42 detik diunggah dengan judul “Permintaan Maaf Resmi – Nessie Judge”. Statistik hingga 9 November 14.00 WIB:
    • View: 378.214
    • Like: 89.321
    • Dislike: 4.112
    • Komentar: 28.745 (termasuk 3.200+ komentar dalam bahasa Jepang)

3. Profil Kasus Junko Furuta (Fakta Resmi Pengadilan)

  • Nama lengkap: Junko Furuta (古田 順子)
  • Tanggal lahir: 18 Januari 1971
  • Tanggal penculikan: 25 November 1988
  • Lokasi sekapan: Rumah keluarga Shinji Minato, Adachi, Tokyo
  • Durasi sekapan: 44 hari (25 November 1988 – 4 Januari 1989)
  • Pelaku utama (4 orang):
    1. Hiroshi Miyano (18 tahun saat penangkapan)
    2. Jō Ogura (17 tahun)
    3. Shinji Minato (16 tahun)
    4. Yasushi Watanabe (17 tahun)
  • Jumlah pelaku pemerkosaan: Lebih dari 100 orang (termasuk teman-teman pelaku yang diundang)
  • Penyebab kematian: Syok hipovolemik akibat luka bakar 80% tubuh + pendarahan otak
  • Hukuman tertinggi: 20 tahun penjara (Hiroshi Miyano). Semua pelaku sudah bebas sejak 2009.

Kasus ini tetap menjadi salah satu kejahatan paling terkenal di Jepang. Pada 2018, pemerintah Jepang menetapkan larangan penggunaan foto Junko untuk tujuan komersial atau hiburan tanpa izin keluarga (Pasal 24 UU Perlindungan Korban Kejahatan).

4. Isi Permintaan Maaf Nessie Judge (Kutipan Resmi)

“Saya mengakui 100% kesalahan ini ada pada saya sebagai penanggung jawab akhir konten. Foto yang digunakan adalah foto Junko Furuta, korban nyata dari kasus kriminal di Jepang tahun 1988–1989. Saya tidak melakukan pengecekan yang cukup sebelum menyetujui dekorasi. Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada keluarga Junko Furuta, masyarakat Jepang, NCT Dream, SM Entertainment, serta seluruh penonton yang merasa tersakiti. Tidak ada alasan yang bisa membenarkan tindakan ini. Mulai hari ini, saya menghentikan sementara produksi seri Nerror untuk evaluasi menyeluruh terhadap semua aset visual yang pernah digunakan.”

Nessie juga mengumumkan:

  • Donasi sebesar Rp150 juta ke Ashinaga Japan (yayasan beasiswa untuk anak yatim korban kejahatan).
  • Penghapusan permanen 47 aset visual lain yang berpotensi sensitif dari database tim.
  • Penambahan prosedur “Sensitivity Check” wajib yang melibatkan 3 orang reviewer sebelum upload.

5. Respons Pihak Terkait

  • SM Entertainment (8 November): “Kami tidak mengetahui elemen dekorasi tersebut sebelum syuting. Saat ini sedang berkomunikasi dengan pihak Nessie Judge untuk klarifikasi.”
  • NCT Dream: Belum ada pernyataan resmi dari member, namun Renjun mengunggah Instagram Story hitam pada 7 November tanpa keterangan.
  • Keluarga Junko Furuta: Ibu Junko (identitas dilindungi) menyatakan melalui pengacara (dikutip NHK, 8 November): “Kami sudah terbiasa melihat foto anak kami disalahgunakan, tapi setiap kali tetap menyakitkan. Kami terima permintaan maaf, tapi harap ini jadi yang terakhir.”

6. Dampak pada Karier dan Industri

  • Subscriber Nessie Judge: Turun 12.000 dalam 48 jam (dari 9,34 juta menjadi 9,328 juta).
  • Sponsor: Shopee dan Tokopedia menunda kampanye Natal 2025 yang melibatkan Nessie.
  • Efek domino: Lebih dari 30 kreator misteri Indonesia (termasuk MiawAug, Deren Firdaus, dan Jess No Limit) mengumumkan akan melakukan audit aset visual masing-masing.
  • Platform: YouTube Indonesia mengeluarkan pernyataan resmi (8 November) bahwa mereka akan memperketat pedoman komunitas terkait “penggunaan gambar korban kejahatan tanpa konteks edukasi”.

7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Kasus ini menunjukkan bahwa di era produksi konten cepat, satu foto bisa menghancurkan reputasi yang dibangun bertahun-tahun. Nessie Judge telah mengambil langkah konkret untuk bertanggung jawab, namun luka yang tercipta, terutama bagi komunitas Jepang, tidak akan hilang dalam semalam.

Bagi para kreator, insiden ini menjadi pengingat bahwa:

  1. Riset bukan opsional, melainkan wajib.
  2. Empati harus didahulukan daripada estetika.
  3. Algoritma tidak akan melindungi Anda dari konsekuensi moral.

Semoga kasus ini menjadi titik balik positif bagi industri konten Indonesia agar lebih menghormati batas antara hiburan dan tragedi nyata.